"Good leaders must first become good servants" Robert Greenleaf
Tulisan ini tidak bermaksud menjadi versi tulisan motivasi seperti showcase ‘Mario Teguh’ di TV atau sejenisnya. Ini hanya sekedar ingin berbagi ide tentang pemimpin seperti apa yang diharapkan. Mengacu pada kutipan diatas, apakah benar pemimpin yang baik harus terlebih dahulu menjadi pelayan yang baik?
Tentu saja pekerjaan teknis seorang menteri berbeda jauh dengan seorang pendeta, namun bukan tanpa alasan di luar negeri keduanya menggunakan kata yang sama, karena pada pokoknya, keduanya juga memiliki kepentingan yang sama, yaitu bertugas melayani masyarakat dan bertanggung jawab kepada Tuhan. Tapi itu di luar negeri, bagaimana di Indonesia?
Buat sebagian orang, kata melayani mungkin sangat tidak menarik, karena bila seseorang melayani berarti ia adalah pelayan, yang konotasinya sering dianggap kasta terbawah. Mosok sudah jadi pemimpin harus ‘turun derajat’ jadi pelayan juga, begitu mungkin anggapannya. Lagipula untuk menjadi pemimpin yang baik, masih banyak variabel yang bisa diukurkan kepada seorang pemimpin, seperti kepintaran, kompetensi, kekuatan, ketegasan, kejujuran, ketulusan, dan masih banyak lagi.
Jadi, perlukah seorang pemimpin bekerja untuk melayani? Jawabannya ada pada setiap pribadi yang terpilih menjadi pemimpin. Namun, di lapangan bisa dilihat bagaimana seorang pemimpin bekerja on a daily basis, apakah ia bekerja untuk melayani atau dilayani.